"kami pekerja, suka membaca"

Selasa, 30 Oktober 2012

Pembekuan peran GENDER ,Dalam Kebijakan-Kebijakan Di Indonesia

Pengarang : Lisa Hadis & Sri Wiyanti Eddyono
Penerbit : Lbh Apik Jakarta
No : SPPT.0229-DP-0409









Konstuksi Sosial GENDER di Pesantren ,Studi Kuasa Kiai Atas Wacana Perempuan

Pengarang : Dr Erna Marmunah
Penerbit : Lkis
No : SPPT.0228-DP-0409








Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia memiliki peranan yang penting dalam proses doktrinasi keagamaan dan memiliki peran besar dalam hal sosialisasi gender. Hal ini disebabkan adanya perubahan mendasar dalam proses sosial gender yang menuju arah egaliter dan salah satunya berasal dari lingkungan pesantren.

Di lingkungan pesantren, Kiai dan Nyai memiliki peranan dalam mendistribusikan nilai-nilai luhur Islam kepada para santri pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Proses transfer berikutnya dilakukan oleh para santri sebagai garda terdepan dalam dakwah Islam yang seharusnya memiliki wacana keagamaan yang sensitif gender.

Namun pada kenyataannya, wacana terkait kesetaraan gender masih sering menjadi polemik di lingkungan pesantren. Bahkan, upaya untuk mensosialisasi ini tak jarang mendapatkan resistensi dari sebagian kalangan pesantren. Hal ini dikarenakan anggapan bahwa gender merupakan produk Barat yang berkembang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Alhasil, mayoritas pesantren di wilayah Indonesia masih tetap mempertahankan nilai-nilai gender tradisional yang sebagian  besar bersumber pada kitab-kitab klasik karangan ulama terdahulu. Adapun kajian dalam kitab-kitab tersebut masih mengadopsi nilai-nilai lama yang mengedepankan superioritas laki-laki sehingga posisi wanita seolah-olah termarginalkan (subordinasi).

Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin memberikan apresiasi tinggi kepada wanita. Segala hal yang berusaha menyudutkan wanita baik marginalisasi, diskriminasi, ataupun subordinasi tidak pernah lahir dari ajaran Islam. Justru perlu adanya rekonstruksi terhadap pemahaman yang kabur mengenai konstruksi gender terutama di lingkungan pesantren.

Gender dapat dipandang mendobrak pola relasi yang selama ini sudah mengakar dalam Islam terutama wacana gender di lingkungan pesantren. Dengan demikian bisa dipastikan pemahaman gender di pesantren cenderung banyak menggunakan pemikiran gender tradisional yang memandang relasi perempuan dan laki-laki akan berjalan dengan sendirinya berpedoman pada ajaran teks klasik. Padahal, harus disadari ajaran yang terkandung selama ini masih menempatkan laki-laki pada posisi superior dan perempuan cenderung tersubordinasi. Oleh karena itu, menurut buku ini salah satu upaya mereposisi wacana gender di pesantren harus dimulai dari pola relasi para pengasuh pesantren yang setiap saat berhubungan dengan para santri.

Begitu pun dalam kitab-kitab dan kurikulum yang diajarkan kepada para santri. Pemahaman yang mendalam dari para pendidik akan berdampak jangka panjang berupa pembentukan karakter yang sadar gender. Semua hal yang meminggirkan dan mendiskriminasikan perempuan harus adanya kajian mendalam dalam upaya merekonstruksi pemahaman gender dalam Islam di lingkungan pesantren secara menyeluruh.

Buku bertajuk “Konstruksi Sosial Gender di Pesantren, Studi Kuasa Kiai atas Wacana perempuan” ini berusaha memaparkan tentang peranan para Kiai dan Nyai dalam pembentukan diskursus gender dalam Islam yang dominan di lingkungan pesantren dan secara kuat mempengaruhi pandangan para santri mengenai isu gender dalam Islam. Sebagai pelaku utama, Kiai dan Nyai memiliki pengaruh terkuat dalam transfer informasi dan ajaran agama yang mengandung pesan bermuatan gender selain sebagai panutan dalam hal perilaku keseharian.

Buku ini terbagi dalam enam pokok bahasan, hasil disertasi Dr. Ema Marhumah mengupas tuntas tentang pola sosialisasi gender di dua pondok pesantren yaitu Pondok Pesantren Al Munawwir sebagai representasi pesantren salaf dan Pondok Pesantren Ali Maksum sebagai representasi pondok modern. Dalam bab ketiga dipaparkan siapa saja agen sosialisasi gender di pesantren, mulai dari para Kiai sampai pada teman sebaya para santri. Tak lepas dari alur yang telah ada, peran, metode dan media dalam sosialisasi gender di pesantren menjadi bagian menarik dengan adanya klimaks ketegangan dalam proses sosialisasi gender di pesantren.

Kajian mengenai sosialisasi gender di pesantren ini menyajikan gambaran komprehensif tentang diskursus dan konstruksi sosial gender di pesantren dimana para pemimpin pesantren terbukti memiliki andil paling signifikan dalam upaya konstruksi peran sosial gender tradisional. Terbitnya buku ini memberikan sumbangan penting bagi arus kuatnya pemahaman gender di tanah air.

Senin, 29 Oktober 2012

Penghancuran PKI

Pengarang : Olle Tornquist
Penerbit : Komunitas Bambu
No : SPPT.0227-DP-0409








Buku ini dicap sebagai “bacaan berbahaya” sejak pertama kali terbit dalam bahasa Swedia 30 tahun lalu. Tetapi sebagai karya daya tariknya bukan hanya pada bagaimana kekuasaan Orba begitu takut pada buku ini, melainkan cara Olle Tornquist menempatkan pokok pembahasan atas Peristiwa G30S 1965.

Tornquis mengupas persoalan yang hampir tidak pernah dicermati dengan sungguh-sungguh di dalam karya-karya para peneliti maupun pelaku peristiwa G30S 1965. Apakah yang menyebabkan PKI gagal dan apa saja dampak dari kegagalan itu bagi Indonesia? Apa penyebab para pemimpin PKI terlibat dalam G30S, apakah cuma sial dan keliru langkah seorang Aidit belaka atau itulah buah pilihan jalan PKI untuk menyingkirkan “strategi borjuis” seraya menggenjot partai memobilisasi petani? Apakah Aidit mengkhianati partai dan terlibat petualangan rahasia serta elitis? Apakah PKI terlalu doktriner sehingga melakukan kesalahan membaca kondisi yang kemudian mudah dihancurkan dan sejauh ini gagal bangkit kembali?
G30S berdampak panjang dan sangat mahal bagi Indonesia. Setelah 1965/1966, pengumpulan keuntungan melalui pemerasan produsen dan pedagang kecil menjadi sangat kejam dan didukung negara. Ini membuat akhirnya bukan tuan tanah dan kapitalis swasta saja yang menjadi musuh utama rakyat negeri agraris, tetapi juga negara. Tidak adanya kesempatan kaum nasionalis untuk memperkaya diri lewat usaha-usaha kapitalis memunculkan strategi baru, yaitu menggunakan kekuasaan dan jabatan untuk mengontrol kegiatan-kegiatan bisnis. Sejak 1950-an, perusahaan-perusahaan fiktif—sesuatu yang dilanjutkan Orde Baru—adalah hal yang jamak di Indonesia. Korupsi dan hubungan bisnis karena kepentingan dan hubungan pribadi mendapatkan akarnya sebagian dari upaya-upaya negara dan militer memberangus PKI. Dan karena itulah buku Torquist ini tidak hanya menjadi sangat relevan bagi Indonesia masa kini, tetapi juga aktual.

Sumatera Tempo Doeloe ( Dari Marco polo sampai Tan malaka )

Pengarang : Antony Reit
Penerbit ; Komunitas bambu
No : SPPT.0226-DP-0409








Sumatera Tempo Doeloe: Dari Marco Polo Sampai Tan Malaka
Penulis: Anthony Reid
Penerbit: Komunitas Bambu, Jakarta, xxiii+423 halaman

Sumatera merupakan sebuah pulau dengan seribu satu cerita. Dari kekayaan alam yang melimpah, tempat yang strategis bagi jalur pelayaran dunia, hingga keindahan panoramanya. Dulu, pulau ini juga dikenal dengan sebutan Suvarna-Dvipa alias Pulau Emas. Tidak mengherankan bila jejak-jejak peninggalan tertua dari India, Arab, dan Cina dapat ditemukan di pulau ini.

Sejarah keberadaan Sumatera tidak sekadar menyimpan cerita indah tentang Pulau Emas. Di balik itu, tersurat pula sejarah berdarah tentang penaklukan, pertikaian internal, raja yang lalim, pemberontakan, judi, hingga kebengisan masyarakat atas dasar kepercayaan mistis. Fragmen cerita dari sisi yang berbeda itulah yang diungkap Anthony Reid dalam buku yang aslinya berjudul Witnesses to Sumatra: A Travellers' Anthology ini.

Dalam buku ini, Anthony berusaha mengumpulkan bahan dari berbagai catatan serta dokumen perjalanan beberapa pengelana yang pernah menjejakkan kaki di Sumatera. Hasilnya cukup mencengangkan. Tengok saja catatan perjalanan Marco Polo yang menginjakan kaki di tanah Sumatera pada 1290-an.

Dalam catatannya, Marco Polo mengungkapkan, orang Sumatera Utara adalah suku pemakan manusia, kanibal. "Saya berani bersumpah, mereka memakan daging manusia dan jenis daging-daging lain, baik bersih maupun kotor... mereka bahkan menyantap semua sumsum dalam tulang orang itu," tulis dia, seperti dikutip Reid.

Marco Polo bukan satu-satunya orang yang mengungkapkan ihwal kanibalisme itu. Pun demikian dengan Francois Martin, seorang pedagang asal Prancis pada 1602. Ia mengungkapkan bahwa orang-orang Pidie, Aceh, juga merupakan suku yang suka memakan daging manusia. "Mereka memakan dagingnya dengan lada dan lebih suka memakan orang kulit hitam daripada orang putih," tulis dia.

Cerita dalam buku ini bukan saja sebatas kanibalisme. Kisah raja yang lalim juga menghiasi sisi kelam pulau paling barat Indonesia ini. Itu terlihat dari catatan perjalanan navigator asal Inggris, John Davis (1955). Raja Aceh, Sultan Alau'ddin Ri'ayat Syah al-Mukammil, terekam sebagai sosk seperti itu. Menurut Davis, sang sultan tidak segan-segan membunuh rakyatnya yang tidak taat pada hukum yang ia buat.

Sultan Alau'din tidak akan membuat para penentangnya mati dengan cepat. Hukuman yang ia jatuhkan adalah memotong tangan dan kaki mereka, lalu membuang mereka ke Pulau Polowey (Pulau We). Bila ia menjatuhkan hukuman mati, caranya dengan melemparkan mereka ke sekumpulan gajah. Sosok Sultan Alau'din juga digambarkan layaknya Bacchus, dewa yang gemar pesta-pora dalam mitos Romawi.

Buku ini terkesan memojokkan keberadaan Sumatera, dengan cerita yang cenderung mendiskreditkan. Dan, Reid menyadari betul hal ini. Ia mengungkapkan bahwa kumpulan catatan dalam buku ini merupakan wujud keingintahuan orang Barat yang terkadang tidak simpatik terhadap masyarakat yang membentuk Sumatera. Karena itulah, ia mengakui, buku ini bukanlah catatan tentang Sumatera yang terobservasi secara koheren.

Hal senada diungkapkan Dewi Anggraeni, penyunting buku ini. Ia menyarankan agar pembaca mengambil jarak antara Sumatera sebagai realitas dan Sumatera sebagai wacana yang dituliskan oleh para penulis Barat. "Sebab, kalau kita membaca buku ini, akan ada perasaan tidak enak. Karena ada banyak stereotipe yang diungkapkan secara gamblang. Hal ini dapat memicu kontroversi," katanya.

Basyrai Hamidy Harahap, sejarawan asal Sumatera, justru berpendapat sebaliknya. Untuk dapat memahami masyarakat Sumatera, pembaca disarankan tidak mengambil jarak yang cukup jauh. Ia menceritakan, semasa kecil, ia masih mendengar kabar adanya pembantaian yang mengatasnamakan suku. Jadi, ia merasa, tidak ada bedanya sikap orang Sumatera ketika ia kecil dengan sikap orang Sumatera berabad-abad silam.

Terlepas dari kontroversi cerita tentang Sumatera itu, buku ini tetap menyajikan sesuatu yang layak dibaca. Dengan alur dan penggunaan bahasa yang enak dibaca, Reid berhasil merangkai catatan-catatan lepas para pengelana itu menjadi sebuah cerita yang utuh.

Rabu, 24 Oktober 2012

Kemaharajaan Maritim Sriwijaya & Perniagan dunia ( Abad III - Abad VII )

Pengarang : O.W.Wolter
Penerbit : Komunitas Bambu
No : SPPT.0225-DP-0409








Penulis buku ini, O.W. Wolters, selain mempelajari keruntuhan Sriwijaya yang dihubungkan dengan bagian awal sejarah Melayu, juga menghasilkan sebuah studi masa awal kemaharajaan maritim tersebut, suatu karya yang sangat berharga dari seorang pionir sekaligus ahli sejarah utama Sriwijaya. -Adrian B. Lapian, Nakhoda Sejarawan Maritim Asia Tenggara-
Studi mendalam tentang Sriwijaya dari seorang pionir sekaligus ahli sejarah utamanya, OW Wolters. Kekayaan sumber dan keapikan retorika sejarah Wolters membuat buku ini akhirnya mampu tampil bukan sekadar sejarah tentang Sriwijaya, tetapi lebih luas lagi merupakan gambaran awal perdagangan laut Nusantara yang tumbuh pada abad III – VII. Termasuk pemaparan yang jembar ihwal apa saja faktor-faktor pendukung kebesarannya sehingga kemaharajaan maritim Nusantara itu jadi termasyhur di dunia.Adalah menarik semua kejayaan ekonomi niaga maritim Sriwijaya yang mendunia itu bukan oleh karena perdagangan rempah-rempah, seperti cengkih atau pala, melainkan berbagai jenis getah pohon yang memiliki kegunaan unik dalam pengobatan.

Strategi & Taktik Negoisasi

Pengarang : Ridwan Syarif Warouw
Penerbit ; Tren Team
No : SPPT.0224-DP0409

Selasa, 02 Oktober 2012

Bersatu Atau Hilang Ditelan Sejarah

Pengarang : Rekson silaban
Penerbit : Romawi Press
No : SPPT.0223-DP-0409








Pada mulanya adalah sebuah proposisi dasar: pencapaian gerakan buruh saat ini tidak sebesar kebebasannya. Serikat buruh di Indonesia sudah menikmati kebebasan yang memadai.
Namun, pada saat yang sama perjuangan buruh belum berhasil mendatangkan perubahan kualitatif yang berarti terhadap kepentingan utama buruh. Proposisi ini tentu saja tak mau mengesampingkan fakta bahwa masih ada pemberangusan serikat buruh di berbagai tempat.
Pemberangusan tak lagi dalam bentuk kebijakan negara yang sistematis menumpulkan gerakan buruh seperti pada masa Orde Baru. Perlawanan terhadap serikat buruh dilakukan secara parsial dengan modus beragam.
Tersua tiga parameter standar menilai apakah serikat buruh bermanfaat kepada anggotanya: (1) bertambahkah jumlah perjanjian kerja bersama (PKB) yang dibuat; (2) membaikkah upah dan kesejahteraan buruh, termasuk jaminan sosialnya; dan (3) apakah serikat buruh berdaya memengaruhi pemerintah dan institusi politik. 
Menyangkut parameter pertama, dari data yang tersedia, ternyata jumlah PKB dalam sepuluh tahun terakhir tak bertumbuh meski serikat buruh memiliki kebebasan luas dibandingkan dengan masa sebelum reformasi. Jumlah PKB 11.000, sama seperti masa Orde Baru. Jumlah peraturan perusahaan pun tetap 44.000. Idealnya, PKB harus lebih banyak dibandingkan dengan peraturan perusahaan.
PKB ada berarti serikat buruh telah memiliki anggota lebih dari 50 persen di perusahaan dan mampu berunding. Adapun peraturan perusahaan dibuat majikan karena serikat buruh kecil atau tidak eksis.
Upah buruh dalam beberapa tahun terakhir meningkat ratarata 8-10 persen. Namun, kenaikan itu lebih rendah dari tingkat inflasi. Laporan Bank Dunia Jakarta (Desember 2010) menyebutkan bahwa ada penurunan upah minimum 2 persen dalam 10 tahun terakhir, setelah memperhitungkan total kenaikan upah minimum dan total kenaikan inflasi.
Cakupan kepesertaan jaminan sosial juga tak bertumbuh signifikan. Daya serikat buruh memengaruhi kebijakan publik sedikit membaik, tetapi tak cukup optimal akibat fragmentasi gerakan buruh.
Adakah peluang?
Masih adakah peluang membuat gerakan buruh kuat? Atau, akankah serikat buruh perlahan hilang ditelan sejarah sebagai akibat ketakmampuan melakukan transformasi gerakan? Peluang masih ada bila saja ada skenario baru yang berbeda dengan skenario yang ada saat ini. Lima syarat untuk skenario baru ini.
Pertama, perlu pembersihan ”rumah serikat buruh”. Maksudnya, serikat buruh Indonesia harus disesuaikan dengan serikat buruh universal yang demokratis, independen, dan representatif. Itulah standar baku yang ditetapkan wadah serikat buruh dunia (ITUC) sebagai dasar penerimaan anggota afiliasi.
Demokratis berarti tata kelola organisasinya transparan, menghindari pemusatan kekuasaan, dan menjalankan rotasi kepemimpinan. Ini perlu sebab banyak serikat buruh yang tak mampu mengadakan rapat reguler, konstitusi tak berfungsi, pemimpin tak pernah berganti dari dulu sampai sekarang.
Independen berarti serikat buruh tidak dijadikan sebagai bagian kepentingan partai politik, pemerintah, bisnis, agama, dan etnisitas tertentu. Maka, serikat buruh harus mandiri secara finansial supaya jangan tergoda memanfaatkan serikat untuk kepentingan pribadi aktivis atau kepentingan partai politik.
Representatif berarti serikat buruh harus memiliki anggota yang relatif memadai sehingga dialah, dalam kamus Organisasi Buruh Sedunia (ILO), yang paling mewakili. Serikat buruh yang representatif pasti punya anggota berjumlah besar, iuran yang cukup, dan legitimasi kuat mewakili suara buruh.
Meski undang-undang memberi jaminan hukum bagi eksistensi serikat buruh kecil, dengan wilayah kerja seluas Indonesia, tidaklah mungkin serikat buruh kecil nasional mampu melayani kebutuhan anggota di seluruh wilayah. Pada saatnya serikat buruh seperti ini akan hilang, ditinggalkan konstituennya.
Kedua, perlu dibangun sebuah koalisi gerakan buruh yang kuat dan diikat dengan ikrar bersama atau manifesto. Setelah rumah buruh ”bersih” dengan menerapkan tiga prinsip di atas, serikat buruh yang sehaluan perlu menyatukan diri dengan membangun koalisi besar.
Untuk apa? Karena serikat buruh sekarang porak-poranda akibat terus terpecah. Hanya dengan menggabungkan dirilah, serikat buruh kuat dan bertahan hidup. Agar kuat, koalisi harus merumuskan ikrar, program, dan tujuan dalam sebuah dokumen resmi. Dan untuk mendapat pengakuan, koalisi ini harus memiliki minimal sejuta anggota. Jumlah ini tak terlalu muluk apabila mempertimbangkan 8 juta anggota serikat buruh saat ini. Dengan jumlah besar, koalisi diperhitungkan mitra dan lawan.
Ketiga, adanya prinsip dan pilihan ideologis koalisi yang jelas. Selanjutnya koalisi harus menerapkan pilihan ideologisnya sebagai alat perjuangan buruh. Ia tidak akan jadi, misalnya, alat perjuangan politik, kepentingan SARA, dan kesetaraan jender.
Keempat, meningkatkan kapasitas aktivis merumuskan kebijakan alternatif. Salah satu kritik terbesar terhadap serikat buruh: ia dianggap hanya mampu bereaksi, demonstrasi, tetapi tidak punya kapasitas menawarkan pilihan lain.
Gerakan buruh akhirnya kelihatan pemarah, tidak berkompromi, keras kepala, dan bodoh. Citra ini harus diubah dengan menaikkan kapasitas buruh berunding dan lobi berdasarkan analisis atau riset sendiri. Sumber daya dan dana untuk ini akan mudah diperoleh apabila ada koalisi.
Kelima, gerakan buruh sebagai gerakan sosial. Karena globalisasi ekonomi menciptakan keterkaitan dengan aktor sipil lain, serikat buruh harus kerja sama dengan lembaga masyarakat, seperti kelompok lingkungan hidup, antikorupsi, dan jender.
Peta jalan baru
Lima syarat di atas adalah peta jalan baru yang direkomendasikan untuk membuat gerakan buruh fungsional. Tidak saja untuk kebutuhan buruh, tetapi juga untuk memperkuat pilar ekonomi nasional.
Pengalaman internasional menunjukkan kehadiran serikat buruh yang kuat akan menurunkan disparitas ekonomi di suatu negara karena peran uniknya melakukan distribusi ekonomi melalui mekanisme upah minimum, PKB, dan pembagian keuntungan di perusahaan. Juga membantu perluasan cakupan jaminan sosial, mengawal buruh tak dieksploitasi, menyuarakan kepentingan kelompok marjinal (migran, buruh informal, PRT, dan buruh harian lepas).
Selama ini suara serikat buruh sering diabaikan karena dinilai bukan suara kolektif sehingga tak bisa maksimal mengatasi problem yang merugikan buruh: maraknya pelanggaran praktik tenaga lepas, buruh kontrak, kepastian dan penegakan aturan hukum, hingga pada ketidaksungguhan pemerintah menyelesaikan pemiskinan buruh Indonesia.
Serikat buruh yang sudah kuat dan memiliki jutaan anggota yang harus dijamin kesejahteraannya tidak akan pernah menghambat perekonomian nasional dan investasi, juga tak akan memicu instabilitas politik. (Rekson Silaban – Presiden KSBSI)



Rakyat Berhak Berobat Gratis

Pengarang : Fspmi
Penerbit : Fspmi
No : SPPT.0222-DP-0409

Pilihan tulisan Karl Marx Friedrich Engels

Pengarang : LWG
Penerbit : LWG
No : SPPT.0221-DP-0409

Pak Esbeye Kebohongannya & Membongkar Kebohongan Publik SBY dan Demokrat

Pengarang : Dr.M Muhfi Mubarok
Penerbit : java Pustaka Group
NO : SPPT.0220-DP-0409







Pak Esbeye kebohongannya & membongkar kebohongan publik SBY dan demokrat. Bagaimana melihat fenomena itu dengan jernih? Temukan jawabannya dibuku ini.

Senin, 01 Oktober 2012

Membuat Situs Company Profile Hemat Biaya

Pengarang : Jubilee Enterprise
Penerbit : Elex Media Komputindo
No : SPPT.0219-DP-0409






Situs Company Profile mewakili reputasi perusahaan Anda. Jika situs tersebut didesain sekena hati, maka “nama baik” perusahaan Anda akan sangat terancam. Oleh karena itulah, Anda membutuhkan buku ini jika ingin membuat situs company profile yang indah dari segi desain dan praktis dari segi tata kelola konten. Dari segi biaya? Buku ini mengajarkan Anda membuat company profile murah biaya karena nyaris, Anda tidak perlu menyewa banyak orang untuk coding, desain, manajemen isi, dan lain sebagainya. Selain itu, desain yang nanti akan Anda pakai bisa didapatkan dengan biaya yang sangat murah-malah banyak di antaranya yang gratis. Apabila Anda sudah terbiasa dengan WordPress, buku ini pantas Anda miliki. WordPress adalah satu-satunya engine situs untuk membuat company profile yang paling mudah dikelola, bahkan bagi orang awam sekalipun.  Anda akan mempelajari cara-cara mendesain situs company profile untuk industri media, lembaga agama, restoran, konsultan, universitas, dan real estate. Namun demikian, apa pun industri Anda, buku ini cocok Anda miliki karena desain-desain tersebut mudah dikustomisasi oleh siapa pun. Semoga buku ini menjadi pencerah untuk membantu Anda membuat situs company profile perusahaan Anda sendiri-atau perusahaan klien-dalam waktu singkat namun indah dipandang itu.

Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia (Dari UUD 1945 Sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002)

Pengarang : Majda El-Muctaj,M.Hum
Penerbit ; kencana Prenada Media Group
No : SPPT.0218-DP-0409








Buku ini secara khusus membahas konseptualisasi HAM dalam konstitusi Indonesia sejak UUD 1945 sampai dengan Amandemen UUD 1945 Tahun 2002 dan hubungan dengan Penegakan Hukum dan HAM di Indonesia.

Orang-Orang Hebat Sepanjang Manusia (Kisah-Kisah Inspirasional Mereka Yang Pantas Disebut Pahlawan Sejati)

Pengarang : Nisrina Lubis
Penerbit : Diva Press
No : SPPT.0217-DP-0409